KARL MARX
MARXISME
A.
Teori
Marxisme
Karl Marx adalah seoarang Filosof besar abad modern, ia
lahir pada tahun 1818 di kota Trier, Prusia (sekarang Jerman). Marx merupakan
seorang yang Atheis, ini beranjak dari realitas kehidupan orang tuanya yang
berpindah-pindah agama, semula ayahnya adalah penganut Yahudi dan kemudian
pindah agama dengan memeluk agama Kristen Protestan.
Bila kita melihat latar belakang Marx, disitu kita bisa
menyimpulkan bahwa pemikiran Marx sangat dipengaruhi oleh filsafat Hegel. Ini
berawal ketika Marx hijrah ke Berlin dan mulai menekuni pendidikan filsafat.
Filsafat di Berlin kala itu sangat dipengaruhi oleh filsafat Hegel, Hegel
menjadi Profesor di Berlin pada tahun 1818 dan meninggal pada tahun 1831 M.
Dalam filsafat Hegel, Marx menemukan arah pemikirannya yang menjadi senjata
intelektualitasnya.
Pada
tahun 1841, Marx dipromosikan menjadi Doktor bidang filsafat oleh Universitas
Jena berdasarkan sebuah disertasi tentang Demokrasi dan Epikuros. Meski
pemikiran Marx sangat dipengaruhi dan terkesan dengan filsafat Hegel, namun ia
juga sangat terganggu ketika melihat realitas kehidupan masyarakat Prusia yang
sangat jauh dari kehidupan rasional sebagaimana yang dipikirkan oleh Hegel.
Marx berkesimpulan bahwa Hegel hanya memberikan rumusan pemikran yang bersifat
teoritis tanpa merealisasikan dalam kehidupan masyarakat. Disinilah Marx mengambil
peran dalam merealisasikan teoritis menjadi praktis.
Untuk
merealisasikan hal tersebut, Marx beranggapan bahwa filsafat harus menjadi
kekuatan praktis-revolusioner, dan ini menjadi kenyataan ketika Marx mendalami
filsafat Feuerbach dan mengkalaborasikan dengan filsafat Hegel dan kemudian
direalisasikan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terus dilakukan Marx untuk
mencari solusi dalam mengemansipasi manusia dan pemikirannya semakin
tercerahkan ketika ia hijrah ke Paris dan berjumpa dengan para tokoh-tokoh
sosialis seperti Proudhon dan Friedrich Engels yang menjadi sahabat karibnya.
Akan tetapi perjalanan intelektualnya sudah dimulai jauh sebelum ke Paris,
yaitu di Jerman setelah beberapa tahun lulus dari sekolah Gymnasium.
Di Paris, untuk pertama kalinya Marx berhadapan dengan kaum
buruh industry dan disana pula ia menjadi seorang sosialisme, artinya ia
menerima anggapan sosialisme bahwa segala masalah social terletak pada lembaga
hak milik pribadi. Dan disinilah pertama kali paham Marxisme muncul.
Sebelum
penulis melangkah lebih jauh tentang Marxisme alangkah baiknya penulis uraikan
dulu pengertian Marxisme. Istilah Marxisme adalah sebutan bagi pembakuan
ajaran resmi Karl Marx, terutama yang dilakukann oleh temannya Friedik
Engels (1820-18938) dan oleh tokoh teori marxis Karl Kautsky (1854-1938). Dalam
pembakuan ini, ajaran Marx yang sebenarnya sangat ruet dan sulit dimengerti
disederhanakan agar cocok sebagai ideology perjuangan kaum buruh. Georg lukacs
menegaskan bahwa “Marxisme klasik” adukan Engels dan Kautsky itu menyimpan apa
yang sebenarnya dimaksudkan oleh Marx.
Marxisme
merupakan aliran yang ditujukan bagi penganut ajaran Karl Marx atau lebih
spesifiknya lagi adalah sebuah aliran filsafat yang ditujukan kepada
ajaran-ajaran Karl Marx, dan para penganutnya disebut dengan marxis. Aliran
atau paham marxisme ini lahir berawal dari suatu pertemuan dari tempat-tempat
Karl Marx dalam sejarah perjuangan kelas-kelas, yaitu kelahiran gerakan buruh.
Lahirnya marxisme merupakan bentuk awal dari penolakan marx
terhadap system kapitalis, dimana saat itu marx melihat telah terjadi
kesenjangan social yang dipraktekkan oleh masyarakat Eropa yang mana kaum-kaum
yang berasal dari bangsawan (borjuis) telah menguasai kawum bawahan (buruh).
Saat itu kaum buruh (proletar) dipaksakan untuk bekerja hanya demi segelintir
kaum bangsawan. Dengan kata lain, lahirnya Marxisme adalah beranjak dari konteks
masyarakat industri Eropa abad ke-19, dengan semua ketidakadilan, eksploitasi
manusia khususnya kelas bawah / kelas buruh. Menurut pandangan Marx,
kondisi-kondisi dan kemungkinan-kemungkinan teknis sudah berkembang dan merubah
proses produksi industrial, tetapi struktur organisasi proses produksi dan
struktur masyarakat masih bertahan pada tingkat lama yang ditentukan oleh
kepentingan-kepentingan kelas atas. Jadi, banyak orang yang dibutuhkan untuk
bekerja, tetapi hanya sedikit yang mengemudikan proses produksi dan mendapat
keuntungan. Karena maksud kerja manusia yang sebenarnya adalah menguasai alam
sendiri dan merealisasikan cita-cita dirinya sendiri, sehingga terjadi
keterasingan manusia dari harkatnya dan dari buah/hasil kerjanya. Karena
keterasingan manusia dari hasi kerjanya terjadi dalam jumlah besar maka untuk
memecahkannya juga harus bersifat kolektif dan global.
Marxisme,
dalam batas-batas tertentu bisa dipandang sebagai jembatan antara revolusi
Prancis dan revolusi Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Untuk memahami
Marxisme sebagai satu ajaran filsafat dan doktrin revolusioner, serta kaitannya
dengan gerakan komunisme di Uni Soviet maupun di bagian belahan dunia lainnya,
barangkali perlu mengetahui terlebih dahulu kerangka histories Marxisme itu
sendiri.
Berbicara
masalah Marxisme, memang tidak bisa lepas dari nama-nama tokoh seperti Karl
Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895). Kedua tokoh inilah yang
mulai mengembangkan akar-akar komunisme dalam pengertiannya yang sekarang ini.
Transisi dari kondisi masyarakat agraris ke arah industrialisasi menjadi
landasan kedua tokoh diatas dalam mengembangkan pemikirannya. Dimana eropa
barat telah menjadai pusat ekonomi dunia, dan adanya kenyataan di mana Inggris
Raya berhasil menciptakan model perkembangan ekonomi dan demokrasi politik.
Ada
tiga hal yang bisa menjadi komponen dasar dari Marxisme, yaitu:
- Ajaran filsafat Marx yang disebut dengan materialism dialektika dan materialism historis
2. Sikap terhadap masyarakat
kapitalis yang bertumpu pada teori nilai tenaga kerja
dari David Ricardo (1772) dan Adam Smith (1723-1790)
3. menyangkut teori negara dan teori revolusi yang
dikembangkan atas dasar konsep perjuangan kelas. Konsep ini dipandang mampu
membawa masyarakat ke arah komunitas kelas.
Untuk
poen pertama yang disebut sebagai materialisme dialektik, dan
materialisme historis. Disebut sebagi materialism dialektik karena peristiwa
kehidupan yang didominasi oleh keadaan ekonomis yang materil itu berjalan melalui
proses dialektik. Menurut metode tersebut, perubahan-perubahan dalam pemikiran,
sifat dan bahkan perubahan masyarakat itu sendiri berlangsung melalui tiga
tahap, yaitu tesis (affirmation), antitesis (negation), dan sintesisis
(unification). Mula-mula manusia hidup dalam keadaan komunistis aslis tanpa
pertentangan kelas, dimana alat-alat produksi menjadi milik bersama (tesis),
kemudian timbul milik pribadi yang menyebabkan adanya kelas pemilik (kaum
kapitalis) dan kelas tanpa milik (kaum proletar) yang selalu bertentangan (anti
tesis). Jurang perbedaan antara kaum kaya (kapitalis) dan kaum miskin
(proletar) semakin dalam, maka timbullah krisis yang besar. Akhirnya kaum
proletar bersatu mengadakan revolusi perebutan kekuasaan, maka timbullah
dictator proletariat dan terwujudlah masyarakat tanpa kelas dimana alat-alat
produksi menjadi milik masyarakat atau Negara (sintesis).
Adapun
Marxisme disebut materialism historis, karna menurut teorinya bahwa arah yang
ditempuh sejarah sepenuhnya ditentukan oleh sarana-sarana produksi yang
materil. Disinai Marx berkeyakinan bahwa seluruh sejarah manusia akan menuju
kesuatu keadaan ekonomis tertentu yaitu komunisme, dimana milik pribadi akan
diganti menjadi milik bersama dan barulah kebahagiaan bangsa manusia akan
tercapai. Dengan kata lain bahwa perjuangan kelas yang dilakukan Marx secara
muthlak untuk mencapai masyarakat komunis.
B. Teori kels Karl Marx
Teori
Kelas Marx adalah perpaduan dari berbagai konsep sosial yang berhubungan dengan
studi Marxisme. Hal ini menegaskan bahwa posisi individu dalam hirarki kelas
ditentukan oleh perannya dalam proses produksi, dan berpendapat bahwa kesadaran
politik dan ideologi ditentukan oleh posisi kelas (Parkin).
Tentang
istilah teori kelas, sebenarnya Marx tidak memberikan sebuah perincian yang
riil, akan tetapi ia lebih kepada menyelaraskan konsep kelas social terhadap
emansipasi manusia yang individual. Bisa jadi Marx menganggap bahwa istilah itu
mudah dipahami dan jelas dengan melihat istilahnya. Pengertian yang sering
dijadikan acuan dalam mendefinisikan kelas social adalah definisi dari lenin.
Lenin mendefinisi kelas sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat
yag ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Akan tetapi, Marx
menguraikan kelas-kelas tersebut yang bisa dianggap sebagai kelas yang
sebenarnya apabila kelas itu bukan hanya sebagai objektif merupakan golongan
social dengan kepentingannya sendiri, melainkan juga secara objektif menyadari
dirinya sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai
kepentingan-kepentingan spesifik dan mau memperjuangkannya. Kesadarn subjektif
tersebut akan tampak ketika kesenjangan antar kelas semakin besar, sehingga
hanya ada dua kelas yang saling berhadapan dan bermusuhan, yaitu kelas borjuis
dan proletar, setelah tersingkirnya kelas menengah yang tergusur masuk kelas
bawah tempat kaum buruh dan petani upah (proletar) berada.
Pemikiran
Marx tentang teori kelas ini sebenarnya adalah adopsi dari pemikiran Hegel,
atau setidaknya dipengaruhi oleh Hegelianisme ketika berada di Berlin. Pada
saat Marx duduk di bangku kuliah, dia mempelajari tentang kemanusiaan serta
filsafat dan hukum-Hegelianisme yang sedang Berjaya kala itu. Salah satu
pandangan Hegel yang mempengaruhi Marx adalah konsep tentang bangsa/negara.
Pandangan Marx tentang kelas juga berasal dari serangkaian kepentingan pribadi
yang berkaitan dengan alienasi sosial dan perjuangan manusia, dimana
pembentukan struktur kelas berkaitan dengan kesadaran sejarah akut. Masalah
Politik-ekonomi juga memberikan kontribusi terhadap teori Marx ini, berpusat di
sekitar konsep “asal laba” di mana masyarakat dibagi menjadi tiga sub-kelompok,
yaitu rente (para tuan tanah), Kapitalis (pemilik modal), dan Pekerja (buruh).
C. Pandangan Marx Tentang Negara
Marxisme
bukan merupakan suatu filsafat baru (menurut Marx, filsafat hanya sibuk
menginterpretasi sejarah dan kenyataan), tetapi bermaksud menganti filsafat
(dengan tujuan mengubah sejarah dan kenyataan). Friedrich Engels dan Karl Marx
pada Tahun 1847 mendeklarasikan suatu “manifesto Komunis” di mana sistem
kapitalisme dilawan tanpa kompromis. Kaum tertindas, terutama proletariat (kaum
buruh) harus diperdayakan, dan mereka yang harus menjadi subjek sejarah secara
revolusioner untuk mengubah sistem masyarakat menjadi suatu masyarakat yang
adil, tanpa kelas (classless society), bahkan tanpa negara
(sosialisme/komunisme). Kekayaan dan sarana-sarana produksi harus dimiliki
bukan oleh suatu minoritas / kelas atas secara pribadi, tetapi oleh bangsa
secara kolektif. Setiap individu disini memperoleh bagiannya tidak lagi
berdasarkan status sosialnya, kapitalnya atau jasanya, tetapi berdasarkan
kebutuhannya.
Pada
awlnya, Marx menginginkan bahwa suatu pemerintahan harus dijalankan oleh rakyat
dan untuk rakyat, dan tidak boleh dibiarkan berada ditangan birokrasi yang
posisinya lebih tinggi dari masyarakat. Namun ia segera meninggalkan pendirian
ini dan mulai berpendapat bahwa Negara dan birokrasinya tidaklah
benar-benar berada diatas masyarakat. Dalam masyarakat berkelas, Negara
dalam pandangan Marx adalah alat dari kelas yang berkuasa, kendati terkesan
bahwa Negara sebagai semacam penengah yang netral diantara berbagai
kepentingan yang saling bersaing. Pandangan Marx ini berasumsi dari
masyarakat kapitalis yang mengfungsikan Negara sebagai alat kelas pemilik
modal.
Dalam
krisis tertentu yang diciptakan oleh masyarakat kapitalis, dimasa mendatang,
situasinya akan semakin parah sehingga kaum buruh akan mampu memenuhi
kebutuhannya dengan cara menghancurkan Negara kapitalis itu sendiri yang
intinya akan mewujudkan masyarakat tanpa kelas, dengan kata lain Negara
kapitalis akan diganti dengan Negara komunis.
D. Sosialisme dan Kritik Terhadap
Kapitalis
Sosialisme,
secara sederhana adalah sebuah sistem organisasi sosial dimana harta benda dan
pemasukan/pendapatan menjadi obyek dari kontrol sosial. Ini juga bisa dipahami
sebagai sebuah gerakan politik yang bertujuan menempatkan sistem dalam
kehidupan praksis. Kontrol sosial diatas memang dipahami secara luas dan
berbagai kepentingan. Marxisme-sebagai sebuah ideologi dan teori sosial ekonomi
yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Dan mereka memandang
sosialisme sendiri sebagai sebuah transisi perubahan dari kapitalisme menuju
komunisme.
Marx
yang merupakan tokoh terpenting dalam sosialisme selalu menyerukan sebuah
revolusi untuk menggulingkan kapitalisme. Disinilah yang membedakan antara Marx
dengan para pemikir sosialis lainnya, kalau tokoh sosialis lain mengajarkan
bagaimana memahami dunia atau realita, maka Marx menawarkan sosialisme yang
bersifat analisis ilmiah terhadap perkembangan sejarah yang meniscayakan akan
kehancuran kapitalisme menuju sosialisme, dimana perubahan atau perkembangan
sejarah tersebut berdasarkan penelitian syarat-syarat objektif perkembangan
masyarakat.
Kelebihan
Marx adalah bahwa ia tiba-tiba menghasilkan perubahan kualitatif dalam sejarah
pemikiran sosial Dia menafsirkan sejarah, memahami dinamika, memprediksi masa
depan, tetapi di samping memperkirakan itu, ia menyatakan sebuah konsep revolusioner:
dunia seharusnya tidak hanya ditafsirkan, tapi harus diubah.
Mengenai
kapitalisme, Marx memandang bahwa kapitalisme telah mengakhiri ketidakadilan
dan irrasionalitas feodal dan telah menggantikannya dengan ketidakadilan dan
irrasionalitasnya sendiri.
Kapitalisme
telah mengembangkan industry, yang mampu membangun komunisme dengan landasan
industry industry itu sendiri. Jadi, sosialisme telah mengambil agenda sejarah
bukan berkat kaum intelektual ataupun para buruh idealistik, namun berkat
kapitalisme itu sendiri. Disisni, Marx bukanlah orang pertama yang mengkritik
kapitalisme, namun dialah orang pertama yang melakukan itu tidak dari sudut
pandang feodal (seperti Burke), dan tidak juga dari sudut pandang utopian
(seperti para sosialis Perancis awal). Marx adalah orang pertama yang
melahirkan filsafat social yang dirancang untuk membuka kemungkinan bagi
sosialisme untuk tampil dalam perkembangan sejarah yang nyata.
Klaim
Marx bahwa sosialismenya adalah sosialisme ilmiah, bahwa kehancuran kapitalisme
dan terwujudnya sosialisme bukan sekedar tujuan moral-politik para penentang
kapitalisme, melainkan merupakan hukum sejarah yang harus dibuktikan dengan
memperlihatkan bahwa kapitalisme, berdasarkan dinamika ekonomisnya dengan
sendiri akan menuju kehancura. Dengan kata lain, pandangan Marx tersebut
merepresentasikan bahwa kehancuran kapitalisme menuju sosialisme adalah suatu
keniscayaan yang tak bisa dielakkan.
E. Marxisme dan Lahirnya Komunisme
Internasional
Marxisme
merupakan sebuah aliran yang berlandaskan pada pemikiran dan ajaran Karl Marx
dalam konteks sosial, politik, system ekonomi dan Negara. Konteks-konteks
tersebut merupakan sebuah perjalanan pemikiran Marx dalam mengemansipasi manusia.
Dimasa itu, umat manusia telah terpilah-pilah dimana sebahgian masyarakat
menguasai sebahgian lainnya, yaitu kaum kapitalis (borjuis) yang merasa dirinya
sebagai raja telah menindas saudara sebangsanya yang lemah (proletar). Disini
Marx seolah-olah merasa terpanggil untuk memihak kepada kaum proletar dan
melakukan semacam perlawanan terhadap system kapitalis-borjuis, sehingga
memungkinkan sebuah revolusi emansipasi manusia atau hidup dalam bermasyarakt
tanpa ada perbedaan dan pertentangan. Dan disinilah sosialisme mengambil
perannya sebagi ganti dari system kapitalis. Sosialisme yang digembor-gemborkan
Marx terbentuk dari Prancis dan Iggris. Kenapa demikian karna di dua Negara
itulah industrialisasi secara modern pertama kali terbentuk, sehingga memunculkan
kaum buruh industry yang dimanfaatkan.
Dengan
demikian, lambat laun akan memungkinkan lahirnya revolusi dari kalangan kaum
buruh industry, dan ini semakin nampak ketika Marx muncul dengan membawa
segenap pemikiran yang berhaluan sosialisme-komunisme yang kemudian
ajaran-ajaran dan pemikiran Marx dimaklumatkan dalam marxisme. Dengan kata lain
bahwa marxisme berawal dari tulisan-tulisan dan ajaran Karl Marx. Dalam arti
luas, Marxisme berarti paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx.
Pandangan-pandangan ini mencakup ajaran Marx mengenai materialisme dialektis
dan materialisme historis serta penerapannya dalam kehidupan sosial.
Ajaran
sosialisme yang ditawar oleh Marx sebenarnya akan mengarah kepada paham
komunisme. Dengan ajaran sosialismenya, Marx menghapus masyarakat
kapitalis dengan merekomandasikan masyarakat komunis. Langkah-langkah
atau perjuangan yang diambil Marx untuk menuju masyarakat komunis, sebagaimana
yang termaktub dalam Manifesto komunisantara lain adalah:
- Penghapusan pemilikan tanah dan pemberlakuan semua pajak untuk kepentingan umum;
- Pajak pendapatan yang progresif dan dikelompokkan menurut kelas-kelas;
- Penghapusan semua hak waris;
- Perampasan semua harta milik semua emigrant dan pemborontak;
- Sentralisasi kredit ditangan negara melalui Bank Nasional;
- Sentralisasi alat-alat komunikasi dan tranportasi ditangan Negara;
- Perluasan pabrik-pabrik dan alat produksi yang dimilik Negara: mengolah lahan tidur dan memperbaiki keadaan tanah menurut rencana umum;
- Kewajiban bagi semua orang untuk bekerja dan pembangunan sarana-sarana industry, khususnya untuk pertanian;
- Penggabungan pertanian dan industry, penghapusan secara bertahap perbedaan antara kota dan desa melalui penyebaran penduduk yang lebih seimbang kedesa; dan
- Pendidikan gratis bagi semua anak di sekolah-sekolah umum dan penghapusan pekerja anak yang ada sekarang.
Reformasi
sosial ala Karl Marx tersebut kemudian menjadi bagian dari praktik demokrasi,
seperti pajak pendapatan yang dikelompokkan dan pendidikan umum yag diterapkan
dinegara-negara demokratis dengan cara yang damai.
Dengan
demikian, sosialisme yang di klaim sebagai sosialisme ilmiah hanyalah
menjelaskan bagaimana proses menuju terbentuknya sosialisme dan akhirnya menuju
komunisme itu terjadi sebagai analisis ilmiah terhadap hukum perkembangan
masyarakat.
Dalam
perkembangan komunis selanjutnya, yaitu komunis internasional, bahwa ajaran dan
ideologinya sangat dipengaruhi oleh Lenin dan menjadi bagian dari
Marxisme-Leninisme, Leninisme dengan demikian menjadi unsur kunci dalam
ideologis Komunisme diseluruh dunia, dan melalui Lenin pula Komunisme menjadi
salah satu kekuatan politik abad ke-20 yang paling ditakuti.
Sejarah
revolusi yang dilancarkan oleh kaum proletar terhadap kapitalis, tak bisa
dimanipulasikan lagi bahwa Marx-lah yang menjadi tokoh atau dalang utamanya,
karna berkat pemikirannya, kaum proletar telah menemukan arah terjangnya untuk
menggulingkan kapitalisme. Dan satu hal lagi yang perlu di ingat bahwa Marx
memang memikirkan langkah-langkah penghancuran kapitalisme dalam revolusi
sosial akan tetapi Lenin-lah yang mempersiapkan strategi dalam mewujudkan
revolusi sosial itu. Berkat Lenin pula, nama Marx dan Marxisme dikenal
diseluruh dunia baik oleh akademisi maupun politisi.
KESIMPULAN
Marxisme merupakan suatu paham yang mengikuti
pandangan-pandangan Karl Marx. Karl Marx adalah seorang filsuf besar berkebangsaan
Prusia (sekarang Jerman). Ia merupakan salah seorang pakar dalam bidang
saejarah,filsafat, sosial-politik dan ekonomi. Semasa hayatnya, Marx telah
banyak menulis dan menghasilkan karangan-karangan yang spektakuler separti
“Manifesto Komunis” yang telah mampu mempengaruhi hampir sepertiga umat
manusia. Ia sangat terkenal atas analisisnya terhadap sejarah dan
social-politik terutama mengenai pertentangan kelas, disini namanya telah
mencuak bagaikan seorang pahlawan yang telah membawa perubahan bagi para kaum
tertindas (buruh).
Pemikiran Marx dan usahanya dalam mengembalikan jati diri
kaum buruh (proletar) dikenal dengan Marxisme. Marxisme merupakan bentuk protes
Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan
uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat
menyedihkan karena dipaksa bekerja dengan upah yang sangat minim, sementara
hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang
harus hidup di daerah pinggiran dengan serba kekurangan. Marx berpendapat bahwa
masalah ini timbul karena adanya “kepemilikan pribadi” dan “penguasaan kekayaan
yang didominasi orang-orang kaya”. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx
berpendapat bahwa paham kapitalisme harus diganti dengan paham komunisme.
Dasar-dasar dari Marxisme itu sendiri adalah pemberontakan
dari kaum proletar dalam menuntut keadilan demi persamaan, dan Karl Marx adalah
juru kunci yang menjadi pahlawan bagi kaum proletar. Marxisme dirintis pada
pertengahan abad ke-19 oleh dua tokoh filsuf Jerman yaitu Karl Marx dan
Friedrich Engels. Marxisme mencakup teori ekonomi Marxis, teori social dan
politik. Ajaran marxisme ini telah mampu mempengaruhi gerakan sosial-politik di
seluruh dunia.
Mengambil gagasan bahwa perubahan sosial terjadi karena
perjuangan antara berbagai kelas-kelas dalam masyarakat yang berada di bawah
kontradiksi satu terhadap yang lain, para analisis Marxis mengambil sebuah
kesimpulan bahwa kapitalisme mengarah ke penindasan terhadap kaum proletar dan
hasilnya tak terelakkan menjadi revolusi proletar atau revolusi sosial.
Marxisme
memandang munculnya sistem sosialis sebagai sebuah keniscayaan historis yang
timbul dari kapitalisme yang memungkinkan lahirnya sebuah revolusi sosial,
dimana milik pribadi dalam sarana produksi akan digantikan oleh operasi
kepemilikan bersama.
Intinya,
sosialisme akan memberi jalan kepada panggung sejarah komunis, sebuah sistem
tanpa kelas berdasarkan kepemilikan umum dan gratis-akses dan kebebasan
maksimal bagi setiap individu untuk mengembangkan bakat dan kapasitas mereka
sendiri. Dengan kata lain bahwa system kapitalis tidak lagi menjadi milik
sebahgian masyarakat melainkan oleh Negara.
TEORI KRITIS (CRITICAL TEORI)
Teori Kritis merupakan pendekatan ketiga setelah fenomenologi dan hermeneutika yang berusaha mengatasi positivism dalam ilmu-ilmu sosial dan memberika dasar metodologis bagi ilmu-ilmu sosial, yang berbeda dari ilmu-ilmu alam. Ketiga pendekatan ini memiliki keterkaitan, baik pada taraf epistemologis maupun metodologis untuk membuka konteks yang lebih luas dari ilmu-ilmu sosial. yang berbeda dari ilmu-ilmu sosial. Konsep dunia-kehidupan (Lebenswelt) yang merupakan konsep penting dari fenomenologi dan metode pemahaman (verstehen) sebagai metode khas dari hermeneutika memiliki sumbangan yang nyata bagi bangunan Teori Kritis, yang dalam praksisnya tercemin dalam apa yang dikenal dengan ‘tindakan komunikatif’ (kommunikativer handlen, communicative action). Konsep tindakan komunikatif memperoleh dasar-dasarnya dalam konsep dunia kehidupan (Lebenswelt) dan konsep pemahaman (Verstehen), begitu juga sebaliknya bahwa konsep dunia-kehidupan (Lebenswelt) dan konsep pemahaman (Verstehen) baru bisa dimengerti secara baik dalam praktis tindakan komunikatif dan Teori Kritis.
Teori Kritis merupakan ‘paradigma’
keilmuan yang dilahirkan oleh para filsuf yang tergabung dalam mazhab
Frankfurt, di Jerman. Beberapa tokohnya antara lain Horkheimer, Adorno,
Marcuse, dll, termasuk Jurgen Habermas, sebagai salah seorang filsuf ‘generasi kedua’
yang pemikiranya menjadi focus pembahasan ini. Ssebagai penerus filsafat kritis
Marx, sudah tentu pemikiran mereka bercorak Marxian, dalam hal ini kritik
sosial dan kritik ideology. Sama dengan Marxis, sasaran kritik teori kritik
adalah pola liberalism-kapitalisme masyarakat Barat-modern. Meskipun kemudian
juga gencar melakukan kritik terhadap pola-pola Marxisme sendiri, terutama soal
determinisme ekonomi Marxisme ortodoks, yang ternyata lahir dari pemahaman
positivistis atas proses-proses sejarah masyarakat, yaitu bahwa sejarah
masyarakat berlangsung menurut keniscayaan hukum-hukum alam.
Dalam perjalanannya pemikiran mazhab
Frankfurt menghadapi jalan buntu. Di saat itulah Habermas tampil, yang secara
tajam memperlihatkan bahwa semua teori sosial positivistis dan semua teori
Marxis, termasuk ahli warisnya, dalam hal ini mazhab Frankfurt ternyata
sama-sama dibangun atas dasar “paragdigma kerja” sehingga memperlakukan
masyarakat sebagai objek ‘alamiah’. Sebagai pembaharu Teori Kritis, Habermas
berusaha menekankan peranan kesadaran (subjek) dalam mengubah struktur-struktur
objektif, maka analisisnya dipusatkan pada fenomena superstruktur (kebudayaan,
ekonomi, agama, politik, dan seterusnya), khusunya rasionalitas atau ideology
yang menggerakkanya. Perspektif baru yang dikembangkanya adalah paradigma
komunikasi bagi ilmu-ilmu sosial.
Di tangan Habermas, Teori Kritis (critical
theory) menjadi sekian popular, karna beberapa inovasi yang dilakukannya,
terutama dari pemikiran para filsuf mazhab Frankfurt pada umumnya.
A. Teori
Kritis Mazhab Frankfurt dan Posisi Habermas
Jika pembahasan-pembahasan
sebelumnya memperlihatkan bagaimana suatu pola piker (entah namanya: asumsi
dasar, paradigma, atau kerangka teori) bergerak menghasilkan suatu ilmu atau
ilmu-ilmu. Di sini kita akan melihat pemikiran Habermas, yang lain dari
filsuf-filsuf sebelumnya. Bagi Habermas, suatu pola pikir keilmuan tidak hanya
sebagai kerangka dalam membangun ilmu, tetapi lebih jauh dari itu, pola pikir
keilmuan itu memiliki kedudukan yang signifikan dalam bangunan pola hidup,
bahkan pengaruhnya terlihat jelas sampai pada struktur bangunan masyarakat.
Jelasnya, Habermas melihat keterkaitan antara nilai-nilai yang dianut
masyarakat dengan struktur bangunan pola pikir keilmuan tertentu. Tidak ada
jarak antara ilmu dan masyarakat, begitu juga tidak ada jarak antar teori dan
praktek.
Keprihatinan Habermas terutama
ditunjukan terhadap struktur masyarakat modern, yang berwujud pola liberalism
di bidang politik dan kapitalisme di bidang ekonomi. Pola
liberalisme-kapitalisme masyarakat modern inijelas sebagai akibat langsung dari
rasionalisme pencerahan, yang mencapai puncaknya pada pola pikir positivism di
bidang ilmu dan tekhnologi. Pemisahan Negara (state) dengan gereja (agama)
dan munculnya kelas elit dalam masyarakat yang didasarkan atas kedekatannya
dengan kekuasaan atau karena penguasaan di bidang ilmu dan tekhnologi, dan
akhirnya juga karna status sosial-ekonomi di dalam masyarakat. Pola pikir
positivism semacam ini, secara global kemudian tampil dalam suatu teknokrasi
masyarakat modern, yang ditandai dengan standar-standar positivistic yang
bersifat baku.
Begitulah, ilmu dan tekhnologi
merupakan kunci untuk memahami masyarakat Barat-modern, yang pada giliranya
ditempetkan sebagai fungsi ideologis, yaitu standart dalam melihat masyarakat
lainya. Maka proses universalisasi, saintifikasi, naturalisasi pola hidup
masyarakat adalah ekses yang secara langsung terbangun oleh pola pikir
positifistik ini. Seluruh proses ini sebenarnya merupakan media untuk
melanggengkan “masyarakat kelas” (misalnya ada penguasa, ada rakyat , ada
pemilik modal, kaum buruh dst), sebagai konsekuensi dari suatu system Negara
bangsa dan system ekonomi kapitalis. Intervensi Negara ke dalam ‘daerah’
kehidupan sipil semakin menjadi-jadi, kapitalisme secara besar-besaran
diorganisasikan, dan birokasi menyusup keras dan mengancam ‘ruang publik’ (public
sphere), suatu ruang dimana kehidupan politik didiskusikan secara terbuka
dan bebas oleh rakyat jelata.
Karl Marx, pendahulu Habermas,
filsuf yang secara radikal mengkritik pola dan praktek liberalisme-kapitalisme,
yang memang bertentangan dengan prinsip pencerahan dan emansipasi sebagaiman
dimaksud dalam humanisme-antroposentris. Marx yakin bahwa lewat perjuangan
kelas dan revolusi, susunan masyarakat kelas akan diamburkan, sehingga
bersamaan dengan terhapusnya hak milik dan hubungan pemilikan subjek-objek,
alienasi akan lenyap juga. Namun Marx dengan materialisme sejarahnya masih
terjebak dengan statisme masyarakat. Sama dengan pola positivisme, Marxisme
menilai masyarakat hanya sampai sisi materialnya. Determinisme ekonomi Marxisme
juga didasarkan atas pemahaman positivistis tentang proses sejarah-sejarah
masyarakat, yaitu bahwa sejarah masyarakat berlangsung menurut keniscayaan
hukum-hukum alam. Karne basis (ekonomi) masyarakat menentukan superstruktur.
Atas dasar keprihatinan (atau
mungkin perjuangan) untuk mengatasi problem determinisme ekonomi Marxisme
ortodoks tersebut, kemudian lahir pemikiran kritis yang kemudian dikenal dengan
“Teori Kritis”. Teori Kritis tersebut sebenarnya dirumuskan oleh Max Horkheimer
dan para filsuf yang tergabung dalam mazhab Frankfurt, sedang posisi Habermas
adalah sebagai pembaharu. Berbeda dengan Marxisme ortodoks, Teori Kritis hendak
mengembalikan Marxisme menjadi filsafat kritis. Karna sifatnya yang kritis,
Teori Kritis dimaksudkan sebagai inspirator dan katalisator bagi sebuah sebuah
gerakan dalam masyarakat sebagaimana watak marxisme, yang genuine dan
kritis-revolusioner. Akan tetapi pemikiran (Teori Kritis) mazhab Frankfurt
ternyata mengalami kebuntuhan. Kebuntuhan itu menurut Habermas disebabkan : a)
terjebak oleh daya integrative sistem masyarakat kapitalisme lanjut (the old
capitalism), padahal dalam kenyataannya kaum buruh tidak mesti sepenuhnya
terhegemoni dalam masyarakat kapitalis itu, b) Teori Kritis tetap bertolak
dengan pandangan Marx yang terlalu pesimis terhadap manusia yang memandang
manusia seolah-olah makhluk ekonomi dengan dialektika materialnya, dan c) Teori
Kritis sepenuhnya menerima pemikiran marx, bahwa manusia adalah makhluk yang
bekerja, yang berarti juga menguasai.
Di saat itulah, Habermas memberikan
suatu jalan keluar, melakukan rekonstruksi besar-besar terhadap Teori Kritik
mazhab Frankfurt dengan memadukan teori-teori sebelumnya. Dalam pandangan
Habermas, Teori Kritis mazhab Frankfurt melakukan kesalahan ketika begitu saja
menerima pemikiran Marx yang mereduksikan manusia pada satu macam tindakan
saja, yaitu pekerjaan, termaksud ketika berinteraksi dengan orang lain. Karna
bekerja selalu berarti menguasai, maka pekerjaan untuk pembahasan itu selalu
menghasilkan perbudakan baru yaitupergumulan untuk saling menguasai (Marx),
saling menghisap (Horkheimer) atau the struggle for life, the survival of
the fittest menurut Darwin. Untuk lebih jauh melihat perbedaan antara
mazhab Marx dan Frankfurt, berikut ini akan dibahas perbedaan pada dua mazhab
itu.
B.
Teori Kritis Marxisme
Teori Kritis adalah filsafat yang dipraktekkan dalam
Mazhab Frankfurt. Penentuan posisi teori kritis dalam rangka sejarah filsafat
mengharuskan ditentukannya tiga faktor pengaruh teori ini. Ketiga faktor itu
adalah pemikiran Hegel, pemikiran Marx, dan pemikiran Freud. Unsur paling
dominan dari ketiga faktor dimaksud dalam tubuh teori kritis adalah unsur
filsafat Karl Marx, sehingga tidak jarang kepada teori kritis disematkan label
“neomarxisme”.
Meski demikian, para pemikir Mazhab Frankfurt memandang
Marx dari cara yang berbeda. Marx dipahami Mazhab Frankfurt sebagai kelanjutan
filsafat Hegel. Mikroskop pemikiran Mazhab Frankfurt memposisikan Marx sebagai
sayap kiri pemikiran Hegel. Objek kajian Mazhab Frankfurt terhadap Marx adalah
tulisan-tulisan awal Marx yang dikenal dengan “karangan-karangan Marx muda”
atau juga disebut “naskah-naskah dari Paris”. Pada karangan Marx muda, nampak
jelas hubungan antara Marx dan Hegel.
Marxisme sendiri adalah pemikiran filosofis Karl Marx.
Anthony Giddens mencatat bahwa istilah Marxisme menjadi begitu populer justru
sebagai hasil pekerjaan Engels. Engels menyediakan sebuah basis pemikiran yang
disebutnya materialisme filsafat yang kemudian menjadi terkenal dengan nama
marxisme. Dalam bahasa Giddens :”…Marxisme, menyediakan suatu kerangka teori
bagi Demokrasi Sosial, yang membiarkan dan membenarkan adanya perbedaan besar
antara teori dan praktek”.
Tetapi pekerjaan besar Karl Marx dalam filsafatnya adalah
roh marxisme. Tema-tema yang diangkat Marx dalam filsafatnya
adalah (a) kondisi “swa-penciptaan” (self-creation)
yang menunjukan adanya manusia progresif: sebuah konsep yang dipinjam Marx dari
Hegel; (b) gagasan tentang keterasingan atau alianasi; (c) kritik terhadap
negara; (d) dasar-dasar utama materialisme sejarah; (e) suatu konsep ringkas
tentang teori Praksis yang revolusioner.
Hubungan antara Teori Kritis dan Marxisme digambarkan
secara gamblang oleh Bertens dengan kalimat :”Oleh karenanya Institut
Penelitian ini tidak mau tergantung pada universitas Frankfurt, yang pada saat
itu masih muda, biarpun beberapa anggotanya mengajar di universitas tersebut.
Kebanyakan anggotanya merasa simpati kepada marxisme dan beberapa diantaranya
menjadi anggota partai komunis Jerman…”
Para pemikir Mazhab Frankfurt seperti Max Horkheimer,
Friedrich Pollock, Leo Lowenthal, Walter Benjamin, Theodor W.Adorno, Erich
Fromm, Herbert Marcuse dan Jurgen Habermas menyimpan jiwa Marxisme dalam
filsafat mereka.
Kritik Jurgen Habermas pada positivisme misalnya
menampakan dengan jelas ciri pemikiran Marx tentang ilmu pengetahuan kritis.
Habermas mengemukakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan tidak semata-mata
dalam hubungan antara dirinya dengan kenyataan yang netral. Kenyataan selalu
dilekatkan dengan kepentingan. Habermas mengajukan tesis tentang Erkenntnisleitende
Interesse atau kepentingan yang menjuruskan pengenalan.
Dalam hal ini ada
tiga macam kepentingan : (a) kepentingan pengenalan teknis, (b) kepentingan
pengenalan praktis, dan (c) kepentingan pengenalan emansipatoris.
Bertens mencatat dengan jelas ketiga jenis kepentingan pengenalan
itu.
Pengenalan yang diperoleh dari kepentingan pengenalan
teknis dapat ditemukan dalam ilmu alam dan ilmu sosial teknis.
Pengenalan yang diperoleh dari kepentingan pengenalan
praktis ditemukan dalam ilmu sejarah, ilmu komunikasi dan ilmu hermeneutis.
Pengenalan yang diperoleh dari kepentingan pengenalan emansipatoris dapat ditemukan
dalam psikoanalisis dan teori-teori kritis tentang masyarakat
C. Teori
Kritis Frankfurt
Pemikiran
kritis Mazhab Frankfurt disebut juga dengan nama “Teori Kritis” atau Kritische
Theorie. Mazhab Frankfurt yang diidentikkan dengan Teori Kritis ini
dikenalkan oleh sebuah lembaga yang dibentuk di Universitas Frankfurt, yaitu Institut
fur Socialforschung (Institut Penelitian Sosial) yang didirikan pada tahun
1923. Institut ini merupakan salah satu jurusan resmi di universitas tersebut.
Perintisnya adalah seorang sarjana ilmu politik bernama Felix Weil.
Perlu
diketahui, sebagai “mazhab” atau “aliran” yang dipahami sebagai arus pemikiran
kritis, oleh berbagai kalangan, aliran ini kemudian dikenal dengan sebutan
“Mazhab Franfurt”. Dan pada perkembangan mazhab ini, yang paling dikenal
sebagai Generasi Pertama Teori Kritis adalah Max Horkheimer (yang menjadi
direktur sejak 1930), Theodor Wiesengrund-Adorno (yang menjadi direktur sejak
1951), dan Herbert Marcuse. Sedangkan Generasi Kedua Teori Kritis dari Mazhab
Frankfurt adalah Jurgen Habermas yang merupakan filsuf paling kondang di zaman
ini. Awalnya, pemikiran Mazhab Frankfurt dikenal sebagai Teori Kritis melalui
majalah yang didirikan oleh Max Horkheimer, yaitu Zeitschrift fur
Socialforschung.
D. Kritik
Atas Positivisme
Sebelumnya,
seluruh program teori kritis Mazhab Frankfurt dapat dikembalikan pada sebuah
manifesto yang di tulis dalam Zeitschrift tahun 1937 oleh Horkheimer.
Konsep teori kritis pertama kali muncul dalam artikel Horheimer yang berjudul Traditionelle
und kritische Theorie (Teori Tradisional dan Teori Kritis). Artikel ini
mengkritik teori tradisional yang dianggapnya teori yang disinterested yang
jatuh pada saintisme dan positivisme. Oleh Horkheimer, positivistik digolongkan
ke dalam teori tradisional karena berusaha menerapkan teori ilmu-ilmu
empiris-analitis atau pendekatan ilmu alam, untuk menjelaskan kenyataan sosial
masyarakat.
Menurut
Horkheimer, cara kerja teori tradisional tidak saja dengan cara deduktif tetapi
juga Induktif. Yakni bertolak dari hukum yang sudah di rumuskan menuju kepada
fakta konkret yang dipandang tunduk pada hukum umum itu, tetapi juga bertolak
dari pengamatan data khusus dan mengambil kesimpulan umum darinya, yang menjadi
suatu “hukum”.
Dengan kedua metode inilah menurut Horkheimer,
meminjam istilah Edmund Husserl, bahwa teori tadisional memiliki “sistem
tertutup”, yaitu bahwa ilmu-ilmu (cara kerja teori tradisional) tidak hanya
sukses menjelaskan fakta, tetapi juga sukses memanipulasi, memprediksi dan
mendayagunakan. Hal inilah yang disebutnya menjadi pendorong para
pemikir-pemikir (akademisi abad modern) untuk menerapkan metode
deduktif-induktif pada ilmu sosial budaya atau menjelaskan gejala sosial
kemanusiaan.
Perihal
ini mengakibatkan teori tradisional terselubung dalam “ideologi ketat” dari
teori positivistik di dalamnya. Selubung “ideologis” inilah yang ingin dibuka
Horheimer dengan memaparkan tiga pengandaian dasar yang termuat dalam
artikelnya. Pertama, teori tradisional mengandaikan bahwa pengetahuan manusia
tidak menyejarah atau bersifat ahistoris. Dalam wawasan teori ini, kegiatan
berteori harus di lakukan dengan cara memisahkan unsur subjektif dari teori.
Berdasarkan
ciri ahistorisnya itu maka tampak pengandaian kedua dari teori
tradisional, yakni bahwa mengenai fakta atau objek yang diketahui oleh
pengetahuan teoritikus bersifat netral; dan bertolak dari netralitasnya tampak
pula pengandaian ketiga, yakni bahwa teori dapat di pisahkan dari
praxis, proses penelitian dapat di pisahkan dari tindakan etis, dan pengetahuan
dapat dipisahkan dari kepentingan. Karena berusaha mencapai status teori demi
teori dengan tidak mempengaruhi objeknya, teori tradisional membenarkan dan
membiarkan fakta itu tanpa menarik konsekwensi praktis untuk mengubahnya.
Horkheimer
kemudian menganalisa bahwa jika teori semacam itu diterapkan pada kenyataan
sosial kemasyarakatan, teori menjadi bersifat ideologis dan menjadi penjaga status
quo yang bersifat menindas. Horkheimer menggambarkan sifat ideologis ini
lewat tiga gejala. Pertama, dengan anggapan bahwa teori itu ahistoris,
Teori tradisional mengklaim dirinya universal, berlaku dimana saja secara
transenden dan suprasosial, sehingga dengan demikian melupakan proses kehidupan
konkret di dalam masyarakat riil. Kedua, dengan anggapan bahwa teori itu
bersifat netral, Teori tradisional berdiam diri terhadap masyarakat yang menjadi
objeknya dan membenarkan keadaan tanpa mempertanyakannya. Ketiga, dengan
memisahkan diri dari praxis, Teori tradisional mengejar teori demi teori dan
tidak memikirkan implikasi praxis dari teori itu. Dengan jalan ini pula teori
tradisional tidak bertujuan mengubah keadaan, malah melestarikan status quo
masyarakat.
Lebih
jauh, Horkheimer mengatakan bahwa teori mengenai masyarakat yang tidak netral,
ahistoris dan lepas dari praxis itu, harus bersifat “kritis”. Horkheimer mencoba
menerangkan kata “kritis” tersebut dengan memakai arti kritik menurut pemikiran
Hegelian dan Marxian lewat metode dialektika Marxis, akan tetapi berbeda dengan
Marx dan Hegel, teori Kritis Horheimer memakai metode dialektika tertentu yang
mengarah ke masa depan atau apa yang mereka sebut Unabgeschlosenne Dialektik
(Dialektik Terbuka).
Dengan
metode dialektis, menurut Horkheimer, Teori kritis memiliki empat karakter. Pertama,
bersifat historis (sesuai dengan kenyataan), kedua di susun berdasarkan
kesadaran dan keterlibatan historis dari para pemikirnya (evaluasi, kritik dan
refleksif terhadap dirinya sendiri), Ketiga, membongkar kedok ideologis,
manipulasi, ketimpangan dan kontradiksi dalam masyarakat. Dan yang keempat,
Teori kritis merupakan teori dengan maksud praxis, merupakan komitmen praktis
sang pemikir kritis di dalam sejarahnya. Dengan cara ini, Teori Kritis menjadi
tidak netral.
Sebagai
Manifesto atau program jangka panjang dari Mazhab Frankfurt, artikel Horkheimer
belum secara jelas merumuskan dasar epistimologis teori kritis. Akan tetapi,
dalam artikel itu, Horkheimer membedakan dengan jelas dua macam ilmu
pengetahuan dengan dua macam metodologi yang berbeda satu sama lain oleh karena
objeknya juga berbeda, yaitu ilmu-ilmu alam yang menganut konsep Teori
Tradisional dan ilmu-ilmu kemanusiaan yang di harapkan menganut konsep Teori
Kritis.